Pages

Kamis, Agustus 27, 2009

Agar Si Kecil Kuat Berpuasa

Menahan haus dan lapar selama 14 jam bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi bagi anak-anak. Untuk itulah diperlukan cara khusus agar si kecil kuat menjalankan ibadah puasanya.

Menurut dr Fiastuti Witjaksono, MS, SpGK, ahli Gizi Medik dari RS Siloam, yang harus dilakukan adalah mengatur asupan anak pada saat sahur dan berbuka. "Sebenarnya tidak ada perubahan drastis. Makan pagi digeser waktu sahur, makan siang dan malam dilakukan pada waktu buka. Sekarang bagaimana mengaturnya," ujar dr Fiastuti saat ditemui di sela-sela acara peluncuran laporan Menciptakan Manfaat Bersama Nestle Indonesia, di Jakarta, Selasa (25/8).

Dr Fiastuti menuturkan, pada saat sahur anak harus mendapat gizi yang cukup. Karbohidrat, vitamin, mineral, dan zat-zat lain yang dibutuhkan tubuh harus tercukupi. Makanan yang disajikan haruslah kaya akan karbohidrat. Karbohidrat dapat diperoleh dengan mengonsumsi nasi, gandum, atau beras merah. Selain itu, buah dan sayur sebagai sumber serat juga diperlukan.

Namun yang sering menjadi masalah adalah anak malas untuk makan sahur, dengan alasan mengantuk. Dr Fiastuti mengatakan aktivitas makan sahur harus tetap dilakukan meski anak mengantuk. Anda dapat mengganti dengan menu makannya dengan jenis makanan yang lebih sederhana, namun kandungan gizinya tetap terjaga. "Misalnya arem-arem. Sambil tiduran anak dapat disuapi itu," katanya.

Selain arem-arem, menu lain yang dapat diberikan misalnya macaroni schotel. "Macaroni schotel terbuat dari susu, pasta, ada sayuran juga. Itu sudah lengkap," urainya.

Sedangkan pada saat berbuka puasa, berikan minuman yang manis. Tujuannya untuk mengembalikan gula darah yang telah habis. Selain itu berikan juga makanan ringan yang cepat diserap tubuh.

Dr Fiastuti menyarankan, pada awal berbuka, porsi yang diberikan sebaiknya tidak terlalu banyak. Pasalnya lambung membutuhkan waktu untuk mencerna makanan setelah sehari penuh dalam kondisi kosong. Makanan berat diberikan setelah anak menunaikan shalat Magrib. "Jika anaknya kurus beri makanan yang tinggi kalori, kalau anak gendut berikan yang rendah kalori. Selain itu jika anaknya kurus, setelah shalat tarawih boleh diberikan makanan lagi. Sebaliknya jika anak sudah overweight jangan diberi makan lagi setelah terawih," paparnya.

Meski menunaikan ibadah puasa hukumnya wajib, dr Fiastuti berpendapat anak tidak perlu dipaksakan untuk melakukannya. Jika anak berteriak meminta makan, ada baiknya orang tua menurutinya. "Selain hukumnya belum wajib, puasa pada anak bersifat melatih pencernaan dan mental. Tidak benar kalau anak harus kelaparan saat berpuasa. Mereka bisa puasa setengah hari. Perlu dilihat juga tumbuh kembang anak seperti apa," paparnya.(Kompas.com)

Mengajak Anak Berpuasa

Tanpa terasa, Ramadhan sudah tiba. Bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam sedunia. Bulan yang penuh rahmat dan berkah, di mana pahala akan digandakan nilainya.

Melaksanakan puasa di siang hari serta bertarawih dan bertadarus di malam hari menjadi jalan untuk menggapai kedekatan pada sang Illahi demi mencapai derajat takwa. Berpuasa yang menjadi kewajiban selama Ramadhan bukan hanya sekadar untuk menahan haus dan lapar demi menjalankan perintah Tuhan.

"Melalui puasa, kita diminta adil terhadap tubuh, khususnya perut yang telah 11 bulan bekerja untuk beristirahat selama satu bulan. Itu sebabnya, puasa menyehatkan tubuh," ujar KH Iskandar AG selaku Pimpinan Pesantren Nurul Anwar, Bogor.

Selain manfaat kesehatan bagi tubuh, puasa juga mengajarkan kita untuk selalu menahan diri dari segala malam hawa nafsu serta mengajarkan pada kita arti rendah hati yang sesungguhnya. Karena melalui puasa, kita bisa merasakan betapa laparnya perut si fakir miskin yang belum tentu bisa makan setiap harinya.

Sejak dini

Dengan begitu besarnya manfaat puasa bagi tubuh dan jiwa, tak ada salahnya jika orang tua sedini mungkin mengajarkan puasa pada anak-anak, bahkan balita sekali pun. Tentu saja, mereka tidak harus langsung berpuasa penuh mulai dari Imsyak hingga adzan Maghrib, melainkan mulai dari Imsyak hingga adzan Zhuhur lalu berlanjut hingga adzan Ashar. Jika dirasa mampu, tak ada salahnya jika Anak melanjutkan puasanya hingga adzan Maghrib.

Menurut KH Iskandar AG, dalam melatih dan mengajarkan anak berpuasa, hal pertama yang harus dilakukan para orang tua adalah memberikan arahan dan pengertian pada anak mengenai apa itu puasa. Jelaskan pula pada mereka mengapa harus berpuasa, termasuk di dalamnya apa tujuan puasa.

Bila si anak sudah cukup mengerti akan pengertian puasa, tak ada salahnya dijelaskan pula pada mereka target puasa yang ingin dicapai selama bulan Ramadhan, seperti upaya mendapatkan ampunan-Nya, mencapai derajat tagwa, hingga upaya untuk mendapatkan malam kemuliaan (Lailatul Qodar).

Usia balita, sekitar lima tahun, adalah saat yang cukup tepat untuk mengajarkan anak berpuasa. Sebagai pengenalan, anak bisa diajak serta sahur bersama keluarga. Dengan sahur bersama, anak akan merasakan atmosfer puasa yang penuh kebersamaan.

Yang namanya latihan, anak-anak pun bisa berpuasa hanya sampai jam 12 siang ketika adzan Zhuhur berkumandang. Selanjutnya secara bertahap anak bisa menambah jam puasanya tergantung dari kesanggupan si anak itu sendiri.

Misalnya, Mirna Hidayati, ibu dari seorang anak bernama Aditya membagi pengalamannya mengajarkan anak berpuasa. Aditya mulai belajar berpuasa ketika usianya empat tahun. Pada saat itu, ia berpuasa dari Imsyak hingga jam 10.00 WIB, jadwal pulang sekolahnya di Taman Kanak-kanak. Tahun berikutnya, jam buka puasa pun bertambah hingga jam 12.00 ketika adzan Zhuhur tiba. Begitu selanjutnya hingga ia kuat berpuasa penuh di kelas dua Sekolah Dasar.

Metode seperti ini bukan berarti tanpa kendala sama sekali. Terkadang anak merasa malas dan letih berpuasa, belum lagi lapar dan lemas yang kerap menyerang. Kalau sudah begitu, peran ibu sangat diperlukan untuk membujuk dan menenangkan anak. Biasanya Mirna akan meminta Adit untuk beristirahat di kamar dengan pendingin udara sambil mempertontonkan film cerita bernafaskan Islam yang menjadi kegemarannya.

Demikian pula dengan Tatiek Sivawati, ibu dari Ganesh (15), Citta (11), dan Arin (10). Sedikit berbeda dengan Mirna, Tatiek memulai mengajarkan anak puasa dengan melarangnya makan namun tetap membolehkan mereka untuk minum susu. Hal ini berlangsung selama seminggu pertama.

Setelah itu, secara bertahap, anak-anak yang sudah berpuasa sejak usia empat tahun ini, berlatih puasa dari Imsyak hingga jam 10.00 pagi. Bahkan akhirnya bisa berpuasa penuh di akhir bulan puasa. Arin bahkan sudah berpuasa penuh di usianya yang ketika itu baru empat tahun. Mengingat banyaknya manfaat puasa, ayo ajarkan anak untuk berpuasa sedari dini.(Kompas.com)

AirAsia dan Tari Pendet

Semuanya berawal pada 8 Desember 2001. Ketika itu, Tune Air, mengakuisisi AirAsia dari DRB-Hicom seharga satu ringgit Malaysia saja.

Jumlah uang yang kira-kira setara dengan Rp 2.500 itu berarti dua pesawat Boeing 737 seri 300, warisan utang sekitar Rp 100 miliar, dan rute penerbangan yang sedikit.

Adalah Tony Fernandes, mantan Wakil Presiden Time Warner Music Southeast Asia, yang ada di balik proyek itu. Tony memutuskan ganti haluan karier setelah kepincut kesuksesan bisnis penerbangan minin biaya easyJet yang berbasis di London, Inggris.

Hanya diperlukan waktu tujuh bulan bagi Tony demi mengubah warisan utang beratus miliar tadi menjadi sebuah bisnis maskapai penerbangan berbiaya rendah paling menjanjikan di kawasan Asia Tenggara.

Dalam buku The AirAsia Story yang ditulis Sen Ze dan Jayne Ng, ahli strategi bisnis dan jurnalis, ada satu kata yang membuat Tony terus mengangkasa. Kegilaan.

Nyaris tak ada orang percaya Tony akan berhasil dengan metode radikalnya yang kerap disebut sebagai gila. Jauh di luar kebiasaan atau kewajaran.

Tujuh bulan, hanya tujuh bulan yang semuanya dirangkum dalam sembilan alasan utama yang muaranya ada pada detail teknis soal menafsirkan satu kata tadi. Kegilaan.

Pertama, Tony sadar perjalanan adalah industri yang sangat besar. Ia juga paham orang bakalan selalu terbang.

Ketiga, Asia adalah lapangan bermain sangat besar karena ia benua paling luas yang tentu berarti pula pasar yang sangat menjanjikan. Keempat adalah AirAsia bisa bertahan sebagai model bisnis mapan yang keberhasilannya di Eropa dan Amerika sudah terbukti.

Kelima, disebutkan bahwa armada biaya rendah menjaga biaya tetap rendah sampai pada tingkat minimum. Ini di antaranya dicapai dengan peniadaan makanan bagi penumpang, terbang ke tujuan yang paling lama 3,5 jam perjalanan sehingga menihilkan akomodasi bagi awak pesawat, mencari bandara dengan biaya termurah, penjualan tiket tanpa kertas, dan aneka strategi lain.

Keenam, AirAsia membeli bahan bakar dengan membayarnya di muka demi menghindari kenaikan harga minyak. Ketujuh, adalah model bisnis yang menguntungkan dengan harga tiket relatif murah yang menjanjikan 60 pesawat bakal beroperasi pada 2011.

Kedelapan, dengan harga tiket yang relatif rendah itu, nyaris semua orang yang sebelumnya tidak mungkin bisa terbang kini bisa mengangkasa dengan pesawat.

Kesembilan, media. Inilah kunci utama yang menjelaskan mengapa AirAsia meroket dalam waktu relatif singkat.

Media suka dan jatuh cinta pada kisah, cerita, fakta, hikayat, bahkan mungkin legenda AirAsia.

Alasan terakhir inilah yang mengangkat pamor Tony, dan tentu saja AirAsia jauh melebihi anggaran pengeluaran mereka buat beriklan.

Tony yang juga mantan orang media, ingat ia bekas eksekutif perusahaan rekaman multinasional, paham betul bagaimana memanfaatkan kekuatan media. Segala isu tentang AirAsia dan Tony ditelan media, kadang mungkin tanpa dikunyah, dengan lahapnya.

Sebut saja perseteruan dengan Malaysia Airlines, maskapai penerbangan berlayanan penuh yang merasa tersaingi. Atau perjuangan mendapatkan hak mendarat di bandara-bandara berbiaya murah hingga menembus ketat dan kakunya birokrasi Pemerintah Singapura buat beroleh hak mendarat di negeri itu.

Unsur kesembilan ini demikian pentingnya, karena nyaris semua isu tadi memang penting. Mereka sangat bernilai dan jadi seksi karena semuanya dikaitkan dengan jargon AirAsia soal “sekarang semua orang bisa terbang” (Now Everyone Can Fly) itu.

Nah, jika itu sudah terkait dengan kepentingan “semua orang,” maka kepentingan siapa lagi yang belum terwakili. Jika sudah begini, media jelas tak bisa tidak selain meliput, mempublikasikan, menayangkan, dan menyiarkannya.

Sekarang mari kita beralih pada kasus Tari Pendet. Soal yang sesungguhnya ialah kelanjutan dari Reog Ponorogo, angklung, batik, rasa sayange, dan lain-lain yang saking banyaknya saya sampai agak lupa.

Soal-soal tadi merupakan kepentingan semua orang di negeri ini. Hal yang kemudian memancing respon dan pemberitaan di nyaris semua media.

Bukankah ini bukti, betapa isu-isu seksi tadi telah bergaung berkali-kali ketimbang iklan resminya. Sebuah cara promosi yang efektif sekali.

Tapi bukankah itu sangat beresiko, karena Malaysia (terutama pemerintahnya) toh paham bahwa akar budaya dari rupa-rupa produk budaya yang mereka klaim berasal dari Indonesia. Namun lihatlah betapa ini mirip dengan strategi AirAsia ketika mengiklankan harga tiket yang hanya puluhan ribu rupiah untuk rute Surabaya-Jakarta misalnya.

Apakah AirAsia tidak takut diserbu calon penumpang yang mengamuk misalnya, karena harga tiket murah meriah begitu hanya tersedia sedikit saja.

Satu-satunya alasan AirAsia beriklan demikian ialah supaya citranya sebagai maskapai penerbangan berbiaya murah tetap terjaga. Hanya ada beberapa kursi saja yang nyatanya dijual dengan harga puluhan ribu rupiah itu, karena memang dalam setiap kali penerbangan tidak semua kursi terisi penuh.

Nah, dengan mengiklankan kursi yang diproyeksikan kosong tadi dengan harga hanya puluhan ribu rupiah saja, setidaknya ada dua keuntungan mengintai.

Pertama, jika kursi itu laku maka akan memberi kesan penerbangan itu terpercaya karena tak ada kursi tersisa. Kedua, bahka jika gagalpun, keuntungan citra sebagai maskapai penerbangan yang mampu menjual harga tiket lebih murah daripada ongkos naik Bajaj jurusan Pasar Cikini-Blok M di Jakarta sudah terpatri berkat publikasi media.

Gaya begini mirip dengan kasus Tari Pendet dan lainnya. Malaysia bisa jadi sudah memproyeksikan bahwa pada ujungnya toh produk-produk budaya tadi bakal tetap jadi milik Indonesia.

Jadi itu seperti perjudian bagi Malaysia. Diperoleh syukur, tidak dapat ya bukan soal juga.

Paling penting adalah citra dari iklan yang kemudian memantik publikasi serta kesan yang makin menguat bisa didapatkan. Dengan jargon Malaysia Asia sebenar-benarnya (Malaysia Truly Asia) maka siapa lagi yang merasa lebih Asia ketimbang mereka.

Apakah Malaysia tidak takut diserbu Indonesia yang warganya gondok luar biasa. Ya, seperti cerita tiket AirAsia, kekhawatiran itu tak pernah terbukti kan.

Lalu apa pelajaran yang bisa kita petik.

Barusan saya menonton siaran televisi. Dalam siaran itu Pemerintah Indonesia mengaku pernah protes keras sambil marah kepada Pemerintah Malaysia soal iklan-iklan pariwisata mereka yang provokatif.

Jawaban Pemerintah Malaysia lucu sekaligus jitu. Kata mereka, iklan-iklan itu dibuat rekanan swasta dan bukan oleh pemerintah.

Ini seperti taktik mengelak sekaligus menyindir birokrasi pemerintahan kita. Mereka seperti ingin berkata, berubahlah jadi efisien dan efektif atau serahkan pekerjaan itu pada profesional yang mampu.

Atau lebih jauh lagi, kira-kira ada tidak sih kaum profesional kita yang mampu membuat kemasan iklan pariwisata lebih dahsyat ketimbang yang mereka punya. Jika jawabnya ada, maka akan ada banyak sekali tantangan dan hambatan sekaligus peluang serta kesempatan menanti.

Nah, untuk ini memang perlu direspon dengan tanggung jawab kita semua.

Karena ini menyangkut pula kepedulian kita semua pada aset-aset budaya yang dipunya. Jangan belum-belum sudah main rusak sana-sini aneka peninggalan sejarah yang bahkan membuat dunia terbelalak karenanya.

Perusakan peninggalan struktur bangunan zaman Majapahit pada proyek pembangunan Pusat Informasi Majapahit di kawasan Situs Trowulan adalah salah satu contoh yang tentu masih segar dalam ingatan.

Pada kasus iklan-iklan pariwisata Malaysia yang mirip kisah AirAsia, kita seperti ditantang buat membalas dengan cara yang dua atau tiga kali lebih kreatif. Seperti AirAsia, hasilnya mesti dahsyat dan cepat.

Jadi apakah kita butuh orang-orang seperti Tony Fernandes (belakangan ditambahi gelar Datuk di depan namanya). Belum tentu juga, karena yang kita butuhkan hanya satu kata. "Kegilaan." (Kompasiana)

Selasa, Agustus 25, 2009

Jadwal Imsyakiyah Ramadhan 1430 H

JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1430 H
Untuk Kota Mataram 8°36' LS 116°8' BT GMT +8)

Tgl Imsak Shubuh Terbit Dhuhur Ashr Maghrib Isya'
1 04:52 05:02 06:15 12:19 15:39 18:17 19:28
2 04:52 05:02 06:15 12:19 15:39 18:17 19:28
3 04:52 05:02 06:14 12:19 15:39 18:17 19:27
4 04:51 05:01 06:14 12:18 15:38 18:17 19:27
5 04:51 05:01 06:13 12:18 15:38 18:17 19:27
6 04:51 05:01 06:13 12:18 15:37 18:17 19:27
7 04:50 05:00 06:12 12:18 15:37 18:17 19:27
8 04:50 05:00 06:12 12:17 15:36 18:17 19:26
9 04:50 05:00 06:11 12:17 15:36 18:16 19:26
10 04:49 04:59 06:11 12:17 15:35 18:16 19:26
11 04:49 04:59 06:11 12:16 15:35 18:16 19:26
12 04:48 04:58 06:10 12:16 15:34 18:16 19:26
13 04:48 04:58 06:10 12:16 15:34 18:16 19:25
14 04:48 04:58 06:09 12:15 15:33 18:16 19:25
15 04:47 04:57 06:09 12:15 15:32 18:15 19:25
16 04:47 04:57 06:08 12:15 15:32 18:15 19:25
17 04:46 04:56 06:08 12:14 15:31 18:15 19:24
18 04:46 04:56 06:07 12:14 15:30 18:15 19:24
19 04:45 04:55 06:07 12:14 15:30 18:15 19:24
20 04:45 04:55 06:06 12:13 15:29 18:15 19:24
21 04:44 04:54 06:06 12:13 15:28 18:14 19:24
22 04:44 04:54 06:05 12:13 15:28 18:14 19:23
23 04:43 04:53 06:05 12:12 15:27 18:14 19:23
24 04:43 04:53 06:04 12:12 15:26 18:14 19:23
25 04:42 04:52 06:04 12:12 15:26 18:14 19:23
26 04:42 04:52 06:03 12:11 15:25 18:13 19:23
27 04:41 04:51 06:02 12:11 15:24 18:13 19:22
28 04:41 04:51 06:02 12:11 15:23 18:13 19:22
29 04:40 04:50 06:01 12:10 15:22 18:13 19:22
30 04:40 04:50 06:01 12:10 15:22 18:13 19:22

Arah kiblat Untuk Kota : Mataram 8°36' LS 116°8' BT (GMT +8)
Arah kiblat: 293°32"24'
Jarak : 8708.299 Km

Selasa, Agustus 04, 2009

Mbah Surip Menyusul Michael Jackson

Penyanyi fenomenal Mbah Surip meninggal dunia, Selasa (4/8/2009) pukul 10.30 WIB. Penyanyi 'Tak Gendong' itu sempat dilarikan ke RS Pusdikkes, Jakarta Timur.